Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

Selasa, 21 Oktober 2025

APAKAH KEGIATAN KETAHANAN PANGAN AKAN BERTAHAN DI BUMDESA?

Oleh Muhammad  Jabal Nur/TAPM Kabupaten Mamuju

Mamuju. Kegiatan ketahanan pangan di 88 BUMDesa (Badan Usaha Milik Desa) di kab. Mamuju sangat berpotensi untuk bertahan dan berkelanjutan, tetapi keberhasilannya sangat tergantung pada beberapa faktor kunci. Program ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang mengalokasikan minimal 20% dana desa untuk kegiatan ketahanan pangan dan dikelola oleh BUMDesa. Berikut adalah faktor-faktor yang menentukan keberlanjutan kegiatan ketahanan pangan di BUMDesa :

Faktor pendukung

  • Dukungan regulasi dan pendanaan : Pemerintah pusat dan daerah secara konsisten mengalokasikan dana desa untuk program ketahanan pangan, di mana BUMDesa berperan sebagai pelaksana utama. Dana ini dapat digunakan untuk modal usaha, pengadaan alat produksi, dan pengembangan infrastruktur.
  • Optimalisasi potensi local : BUMDesa yang berhasil akan menyesuaikan program ketahanan pangan dengan potensi unik di desanya. Contohnya adalah pengembangan pertanian organik, pengolahan hasil panen, atau ekowisata pangan.
  • Pemberdayaan Masyarakat : BUMDesa dapat meningkatkan keberlanjutan dengan melibatkan dan melatih masyarakat dalam pengelolaan usaha, teknologi pangan, dan pemasaran. Keberhasilan akan lebih tinggi jika masyarakat merasa memiliki dan terlibat aktif dalam program.
  • Inovasi dan kolaborasi : Beberapa BUMDesa sukses menciptakan inovasi seperti mengelola sampah organik menjadi kompos, bekerja sama dengan pihak lain, atau mengembangkan agroedukasi untuk meningkatkan nilai ekonomi dan kesadaran masyarakat.
  • Model bisnis yang jelas : Keberlanjutan finansial menjadi kunci. BUMDesa yang sukses memiliki analisis usaha yang matang, termasuk mitigasi risiko, sebelum mengajukan penyertaan modal dari desa.  
Tantangan yang dihadapi
  • Manajemen dan kapasitas SDM : Tidak semua BUMDesa memiliki manajemen yang kompeten. Kurangnya keahlian dalam pengelolaan bisnis dan administrasi dapat menghambat keberlanjutan program.
  • Konsistensi kebijakan : Perubahan kebijakan atau kepengurusan di tingkat desa dapat memengaruhi keberlanjutan program. Konsistensi kebijakan jangka panjang diperlukan untuk stabilitas.
  • Kesalahan alokasi dana : Jika dana dialokasikan tanpa analisis yang matang dan pemetaan potensi desa, program dapat menjadi tidak efektif atau tidak sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat.
  • Ketersediaan sumber daya : Tantangan seperti ketersediaan lahan, kesesuaian topologi, dan kendala iklim dapat memengaruhi keberhasilan program ketahanan pangan, terutama yang berbasis pertanian. 

Pada dasarnya, kegiatan ketahanan pangan dapat bertahan dan bahkan berkembang di 88 BUMDesa. Keberhasilan ini tidak terjadi secara otomatis, melainkan memerlukan perpaduan antara komitmen pemerintah, manajemen BUMDesa yang profesional, partisipasi aktif masyarakat, serta inovasi yang sesuai dengan potensi lokal. Contoh BUMDesa yang berhasil menunjukkan bahwa model bisnis yang tepat dan pengelolaan yang baik dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus memastikan kemandirian pangan di tingkat desa.

 

Dengan tujuan utama Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) mengelola dana desa untuk ketahanan pangan pada tahun 2025 adalah untuk menciptakan kemandirian pangan desa, meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, dan mewujudkan desa yang tahan terhadap krisis pangan. Dengan kebijakan penggunaan Dana Desa Tahun 2025 minimal 20% untuk Ketahanan Pangan menjadi tantangan nyata untuk menguji pemerintah desa dan pengurus BUMDesa dalam mengelola kegiatan Ketahanan Pangan dengan memaksimalkan factor pendukung yang ada di desa dan menyelesaikan secara dini potensi tantangan yang bisa menjadi factor penghambat

Minggu, 19 Oktober 2025

SIAPA SEBENARNYA YANG MEMIMPIN MUSDES?


Muhammad Jabal Nur
TAPM Bid Bumdes
Pernahkah Anda memperhatikan pada saat Musyawarah Desa diselenggarakan, deretan kursi di depan meja di isi oleh camat, Kepala Desa, Pendamping Desa, dan Ketua BPD, tampak rapi, tampak formal, tapi apakah itu benar ketika kita bertanya, siapa sebenarnya yang memimpin Musyawarah Desa?. 

Dalam forum Musdes, ada satu hal yang sering dilupakan bahwa Musyawarah Desa bukanlah panggung Pemerintah Desa melainkan Forum Rakyat yang dipimpin oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD), artinya Pimpinan Sidang seharusnya ada di tangan BPD, bukan Camat, bukan Kepala Desa dan Bukan Pendamping Desa, namun entah sejak kapan tata letak yang duduk diatas mulai mengubah makna, Camat duduk ditengah. Kepala Desa duduk disamping, Pendamping Desa di kiri dan Ketua BPD duduk di ujung seolah sekedar tamu kehormatan di rumah sendiri dan lucunya Sebagian anggota BPD malah duduk di bangku belakang berbaur dengan warga yang mereka wakili, padahal Musdes Adalah panggung BPD sebagai tempat mereka menjalankan fungsi pengawasan, menampung aspirasi dan memastikan arah kebijakan desa berpihak pada masyarakat. Dan jika forum itu saja sudah salah tata letak dan tata letaknya bagaimana kita berharap hasil Musyawarah Desa tertib dan bermartabat.

Sudah waktunya BPD Kembali membaca ulang tata cara persidangan musdes dan mampu mengembalikan Marwah Lembaga pada posisi yang semestinya dimana BPD duduk di depan memimpin jalannya sidang dengan gagah bukan sekedar hadir sebagai pelengkap. Kemudian Kepala Desa, Pendamping Desa dan Camat tetap dihormati dan tentu saja penghormatan bukan berarti melanggar posisi biasanya, justru dengan menempatkan diri sesuai peran, kita sedang menegakkan tertib pemerintahan desa dan menjaga wibawa demokrasi Desa.

Beberapa kelemahan lain yang sering dihadapi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pelaksanaan Musyawarah Desa (Musdes) meliputi kurangnya pemahaman terhadap tugas, minimnya komunikasi dan koordinasi, serta lemahnya pengawasan. Anggota BPD sering kali kurang memahami secara mendalam tugas pokok dan fungsi (tupoksi) mereka, khususnya terkait peran legislasi, pengawasan, dan penampungan aspirasi masyarakat dalam Musdes.

BPD seharusnya setara dengan kepala desa, namun dalam praktiknya sering kali dianggap sebagai formalitas belaka atau berada di bawah dominasi pemerintah desa. Hal ini membuat BPD tidak dapat menjalankan fungsi pengawasan dan legislasi dengan optimal dalam Musdes. Komunikasi dan kerja sama yang tidak efektif antara BPD dan pemerintah desa juga mengakibatkan pelaksanaan Musdes yang tidak sesuai dengan prosedur atau kebutuhan masyarakat.

Dilain sisi, BPD terkadang tidak mengikuti prosedur yang benar dalam penyelenggaraan Musdes, kurangnya dokumentasi dan regulasi yang jelas di tingkat desa dapat menyebabkan pelaksanaan Musdes menjadi tidak terstandar dan tidak akuntabel. Olehnya itu, ke depan sekali lagi BPD memahami ulang tugas dan fungsinya sehingga BPD mendapatkan posisi sebagai penyeimbangan dalam pelaksanaan pemerintahan desa.

BPD ….Berdaulat…..Peduli …..Daulat …… 

Pentingnya Digitalisasi Di Desa

Muhammad suyuti
TAPM Bid Media & Informasi
Di era yang serba cepat dan terhubung seperti saat ini, digitalisasi bukan lagi sebuah pilihan, melainkan sebuah kebutuhan. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah cara manusia bekerja, belajar, berinteraksi, bahkan menjalankan roda pemerintahan dan perekonomian. Namun, manfaat dari kemajuan ini belum sepenuhnya dirasakan secara merata, terutama di wilayah pedesaan. Oleh karena itu, digitalisasi di desa menjadi hal yang sangat penting dan mendesak untuk diwujudkan.

Digitalisasi desa bukan sekadar memasang Wi-Fi atau menghadirkan perangkat komputer. Lebih dari itu, digitalisasi berarti membuka akses informasi, memperluas jangkauan layanan publik, mempermudah administrasi, serta menciptakan peluang ekonomi baru bagi masyarakat desa. Melalui internet dan teknologi digital, para petani bisa mengakses harga pasar secara real-time, pelaku UMKM bisa memasarkan produknya ke seluruh penjuru negeri, dan anak-anak desa bisa belajar dari sumber-sumber pendidikan yang berkualitas.

Selain itu, digitalisasi juga memperkuat transparansi dan efisiensi pemerintahan desa tidak lagi hanya sekedar memasang baligho APBDes di halaman kantor Desa,di pekarangan Masjid di lorong-lorong desa akan tetapi bisa di lakukan melalui saluran digital . 

Layanan administrasi seperti pembuatan surat, pendataan penduduk, dan pelaporan kegiatan dapat dilakukan dengan lebih cepat, akurat, dan terbuka. Ini menciptakan tata kelola desa yang lebih baik dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan desa.

Tidak kalah penting, digitalisasi juga bisa menjadi jembatan untuk mencegah urbanisasi berlebihan. Jika desa bisa menyediakan akses teknologi dan informasi yang memadai, maka potensi anak muda desa tidak perlu pergi ke kota untuk berkarya. Mereka bisa membangun usaha, menciptakan inovasi, dan berkontribusi bagi kemajuan desa secara langsung dari tempat kelahiran mereka.

Namun, untuk mewujudkan semua ini, diperlukan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat itu sendiri. Infrastruktur digital harus dibangun, pelatihan literasi digital harus digencarkan, dan dukungan kebijakan harus terus ditingkatkan.

Digitalisasi desa adalah langkah strategis untuk membangun Indonesia dari pinggiran. Desa yang terkoneksi adalah desa yang berdaya. Dan desa yang berdaya, adalah fondasi Indonesia yang maju dan sejahtera.